Rokan Hilir – Di banyak daerah, relawan adalah orang yang bekerja sukarela demi kemanusiaan. Tapi di Rokan Hilir, relawan lahir bukan dari panggilan hati, melainkan dari kebijakan pemerintah yang tega melepas honorer lalu membiarkan mereka tetap bekerja tanpa gaji.
Puluhan mantan tenaga honorer kini menjadi “relawan paksa.” Mereka hadir setiap hari, menjalankan tugas, tapi pulang tanpa membawa sepeserpun upah. Ironisnya, pemerintah daerah seolah tutup mata, telinga, bahkan hati.
Pegiat sosial Muhajirin Siringo Ringo menyebut fenomena ini sebagai tragedi kemanusiaan. Ia bahkan akan mengirim “karangan bunga” secara simbolis untuk menandai wafatnya hati nurani Bupati Rohil.
“Saya mendengar dan melihat langsung, saat ini ada puluhan tenaga kesehatan di rohil yang dipekerjakan tanpa gaji, sangat miris. Ketika pemimpin membiarkan rakyatnya bekerja tanpa gaji, artinya hati nurani sudah tak bernyawa. Saya ucapkan bela sungkawa sedalam-dalamnya. Semoga nanti ada tahlilan akbar,” sindir Muhajirin, Senin (11/8).
Ia menambahkan, di zaman modern ini, istilah “kerja bakti” seharusnya hanya berlaku untuk gotong royong membersihkan selokan, bukan untuk menggantikan tenaga kerja yang semestinya dibayar.
“Kalau ini disebut bakti, berarti bakti versi perbudakan modern,” tegasnya.
Hingga berita ini diterbitkan, Pemkab Rohil belum memberikan keterangan resmi. Sementara itu, para “relawan paksa” terus datang setiap hari bukan karena cinta, tapi karena tak ingin pelayanan publik terhenti, walau dompet mereka sudah lama kosong. **