AMRB Desak Mendagri Segera Terbitkan Surat Izin Pemeriksaan Bupati Rohil pada Kasus Dugaan Ijazah Palsu

Kamis, 10 Juli 2025 | 15:45:27 WIB
Perwakilan Menteri Dalam Negeri menerima pernyataan sikap dan tuntutan AMRB terkait kasus dugaan ijazah palsu Bupati Rokan Hilir Bistamam, Kamis (10/7/2025) siang di depan kantor Kemendagri di Jakarta. foto/ist

MimbarRohil.com - Tak hanya memantik reaksi masyarakat di Pekanbaru, kasus dugaan ijazah palsu Bupati Rokan Hilir Bistamam kini mendorong massa Aliansi Mahasiswa Rohil Bersatu (AMRB) berunjuk rasa menyampaikan aspirasi mereka di depan Kantor Kementerian Dalam Negeri di Jakarta, Kamis (10/7/2025) siang. 

Pada aksi kali ini, AMRB melalui Koordinator Aksi, Karim menyatakan menuntut Menteri Dalam Negeri segera menerbitkan izin pemeriksaan terhadap Bupati Rokan Hilir Bistamam demi kepastian hukum dan keadilan, sebab sudah 30 hari sejak Polda Riau menyurati Mendagri untuk meminta izin melakukan pemeriksaa terhadap Bupati Rokan Hilir, namun belum ada jawaban dari Mendagri.

“AMRB juga mendesak Mendagri tidak boleh cawe-cawe atau menunda proses hukum dengan dalih politik. AMRB juga menuntut pencopotan jabatan Bistamam dari posisi Bupati Rokan Hilir jika terbukti secara hukum menggunakan ijazah palsu,” lanjut Karim.

Karim mengutarakan, AMRB juga menuntut usut tuntas seluruh jaringan pemalsuan ijazah, termasuk oknum dinas pendidikan dan kepala sekolah yang diduga terlibat serta buka hasil penyelidikan ke publik secara terbuka dan akuntabel.

“AMRB menuntut pembentukan tim independen bersama Kemendikbud dan Kemdagri untuk mengaudit dokumen pendidikan semua pejabat publik di Provinsi Riau serta harus diberikan sanksi administratif dan pidana kepada pihak-pihak yang dengan sengaja menerbitkan atau melegalisir dokumen palsu,” lanjut Karim. 

Lebih lanjut Karim membeberkan, melalui aksi itu, AMRB ingin menyampaikan suara nurani dan kemarahan publik atas mandeknya proses hukum terhadap Bupati Rokan Hilir Bistamam yang diduga keras menggunakan ijazah palsu demi menduduki jabatan publik.

“Kasus ini bukan sekadar isu teknis, tetapi mencerminkan bobroknya moralitas pejabat publik. Pada 5 Mei 2025, seorang warga, Muhajirin Siringoringo secara resmi melaporkan dugaan

pemalsuan ijazah SMEA PGRI Pekanbaru tahun 1968 ke Bareskrim Polri. Dokumen tersebut digunakan oleh Bupati Rohil, Bistamam, untuk memenuhi syarat administratif pencalonan,” beber Karim. 

Namun, lanjut Karim, setelah ditelusuri, ditemukan banyak kejanggalan, di antaranya nama yang tercantum di ijazah berbeda dari KTP, tinta ijazah tampak baru meskipun seharusnya berusia 57 tahun, ejaan dalam dokumen campur aduk antara Soewandi dan EYD, yang secara historis tidak mungkin digunakan bersamaan.

“Kejanggalan lainnya, Surat Keterangan Pengganti Ijazah (SKPI) SD dan SMP juga tidak mencantumkan nomor register, nomor induk siswa dan hanya ditandatangani oleh satu orang saksi yang bukan alumni sekolah tersebut,” beber Karim. 

Tidak hanya itu, lanjut Karim, Polda Riau telah mengirimkan surat permohonan izin pemeriksaan ke Kementerian Dalam Negeri, sebagaimana diatur dalam Pasal 76 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014. Namun hingga kini, Menteri Dalam Negeri belum menerbitkan izin yang dimaksud.

“Apa arti hukum jika izin pemeriksaan seorang pejabat ditahan? Apakah hukum harus menunggu restu politik?,” tegas Karim. 

Karim menjelaskan, pemalsuan dokumen diatur dalam Pasal 263 KUHP yang menyatakan pemalsuan dokumen diancam pidana hingga 6 tahun. Selain itu, UU Nomor 20 Tahun 2003 juga menjamin keabsahan dokumen pendidikan. Selanjutnya, Permendikbud No. 29 Tahun 2014 juta menyatakan SKPI wajib mencantumkan identitas lengkap dan dua saksi alumni.

Diutarakan Karim, UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah juga menegaskan pemeriksaan kepala daerah membutuhkan izin Mendagri. Bahkan, UUD 1945 Pasal 28D ayat (1) telah mehyatakan Setiap warga negara berhak atas perlakuan yang sama di depan hukum.

“Kami tegaskan, tidak ada jabatan yang boleh dibangun di atas kebohongan. Penggunaan ijazah palsu adalah bentuk pengkhianatan terhadap rakyat, pendidikan dan konstitusi. Bila Mendagri terus diam, maka Mendagri adalah bagian dari masalah,” imbuh Karim. 

“Kami datang bukan untuk menyebar benci, tapi menuntut kejujuran dan keadilan. Kami bersuara bukan untuk menghancurkan, tapi menyelamatkan kehormatan republik dari kebohongan! Jangan lumpuhkan hukum demi melindungi kekuasaan! Negara ini tidak boleh dikendalikan oleh pemalsu sejarah akademik! Kami mahasiswa akan terus mengawal sampai keadilan tegak tanpa pandang bulu!,” pungkas Karim. 

Sementara itu, aksi AMRB di Kemendagri diterima oleh staf bidang humas dan ditanggapi oleh inspektorat sosial, yang menyatakan laporan dari dugaan ijazah palsu akan ditelusuri lebih lanjut dan terkait surat yang dikirimkan oleh Polda Riau mengenai izin pemeriksaan Bistamam akan diperiksa kembali.

Staf tersebut juga menyatakan kepada massa, Kemendagri mengapresiasi pengaduan tentang dugaan ijazah palsu kepala daerah. “Jika ada bukti lebih lanjut silahkan berikan ke kami dan akan kami tindaklanjuti,“ ungkap staf tersebut.

Terkini