Kampar – Yayasan Masyarakat Peduli Hutan dan Jalan Raya (MAPELHUT JAYA) menyampaikan apresiasi terhadap sikap terbuka Camat Tapung Hilir, Nurmansyah, S.STP, MM, yang membenarkan adanya aktivitas pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit di wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) di Desa Kota Garo, Kecamatan Tapung Hilir, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau.
Aktivitas tersebut terungkap saat tim media melakukan peninjauan lapangan pada Jumat, 18 Juli 2025, dan menemukan alat berat jenis ekskavator yang sedang bekerja membuka lahan dan membuat parit di sepadan sungai. Luas areal diduga mencapai puluhan hektare, yang masuk dalam wilayah konservasi sempadan sungai dan tergolong rentan terhadap kerusakan lingkungan.
Dalam konfirmasi kepada awak media, Nurmansyah yang juga menjabat sebagai Pj. Kepala Desa Kota Garo, mengakui keberadaan kegiatan tersebut dan menyebutkan bahwa lahan tersebut merupakan milik banyak warga, meskipun suratnya terbit sejak lama dalam bentuk SKT atau SKGR.
“Kami menilai pernyataan terbuka Camat Tapung Hilir sebagai bentuk sikap jujur dan transparan yang patut diapresiasi. Namun di sisi lain, kami tegaskan bahwa aktivitas pembukaan kebun sawit di kawasan sempadan sungai atau DAS adalah pelanggaran hukum lingkungan yang serius,” tegas Nirwanto, S.Pd.I, M.IP, Ketua Umum Yayasan MAPELHUT JAYA, dalam keterangannya di Pekanbaru, Sabtu (20/7/2025).
Pelanggaran Hukum dan Ancaman Sanksi
Yayasan MAPELHUT JAYA mengingatkan bahwa pembukaan lahan di sepanjang Daerah Aliran Sungai melanggar berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan, antara lain:
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai, Pasal 12 ayat (2):
> Sempadan sungai tidak boleh digunakan untuk kegiatan budidaya, pembangunan bangunan permanen, atau kegiatan lain yang mengganggu fungsi lindung sungai.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 69 ayat (1) huruf h:
> Dilarang melakukan perubahan penggunaan kawasan sempadan sungai tanpa izin dan kajian lingkungan. Pelanggaran ini dapat dipidana penjara hingga 10 tahun dan denda sampai Rp10 miliar.
Peraturan Menteri PUPR No. 28/PRT/M/2015, menyebutkan bahwa lebar sempadan sungai minimal 50 meter dari tepi kiri dan kanan sungai di luar kawasan perkotaan.
Desakan Kepada APH dan Pemerintah Daerah
Yayasan MAPELHUT JAYA mendesak agar:
1. Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Riau segera melakukan investigasi lapangan serta evaluasi izin penggunaan lahan di sempadan sungai Desa Kota Garo.
2. Gakkum KLHK dan Satgas Penegakan Hukum POLDA Riau segera menindaklanjuti dugaan pelanggaran dan menertibkan seluruh kegiatan ilegal di wilayah DAS.
3. Pemerintah Kabupaten Kampar melakukan moratorium terhadap penerbitan surat keterangan tanah (SKGR/SKT) di kawasan rawan ekosistem seperti DAS, hutan lindung, dan lahan gambut.
4. Masyarakat pemilik lahan diberikan edukasi agar tidak mengalihfungsikan sempadan sungai menjadi kebun sawit tanpa kajian dan izin resmi.
“Tidak ada alasan untuk membenarkan aktivitas yang merusak lingkungan atas nama surat lama atau alasan hak milik. Negara memiliki tanggung jawab mutlak menjaga fungsi ekologis DAS sebagai sumber air dan penyangga kehidupan,” tutup Darbi, S.Ag, Sekretaris Umum Yayasan MAPELHUT JAYA.